Monday, January 19, 2009

Shifting the Culture

Beberapa hari ini, aq dibuat bingung sama beberapa pilihan yang jelas2 akan merubah alur hidupku ke depan. Benar2 merasa tidak nyaman bila qta ditempatkan di tengah 2 keinginan yang punya kans sama besarnya untuk diambil. Sayangnya, qta tetap harus memilih dan memutuskan mana yang akan dijalani dalam hidup. Sampai 1 jam yang lalu, kebingunganku masih ada untuk urusan yang satu ini. Namun entah darimana datangnya suatu kejelasan itu, sebuah telepon membukakan pikiran dan hatiku untuk tetap menjejakkan kaki di BDG, kota yang memberiku banyak ilmu dan juga rejeki lainnya.

Telepon tadi sekaligus memberiku bayangan bagaimana kondisi budaya dan gaya kerja yang akan aq hadapi sekiranya aq memutuskan untuk bekerja di perusahaan besar itu. Sampai 1 jam lalu, aq bisa merasakan adanya kebingungan dan ketidakajegan 'wilayah kerja' disana. Bagaimana posisi dan otoritas masih dijaga dalam kurungan kekuasaan yang konvensional. Padahal yang aq dengar, perusahaan ini tengah dirombak habis2an, terutama kawasan HR-nya dalam rangka pembenahan kualitas dan tonggak kepemimpinan. Hemm, mungkin justru karena masih proses perombakan ya, makanya masih bisa qta temukan nada2 kesimpangsiuran (kerja) dari para entitasnya?

Dalam kasus ini, aq merasa kayak baru ditelan dan akan dimuntahkan lagi dari mulut Anaconda. Betapa tidak? (haiyaa, bahasa!) Sekitar j12.30pm aq diposisikan sebagai individu yang memiliki nilai tawar setelah diberitahu bahwa aq dipertimbangkan sekali oleh perusahaan ybs untuk mulai magang disana. Namun tidak kurang dari 1 jam kemudian, aq dihubungi oleh orang lain yang mengaku merasa dilewati kapasitasnya dalam menentukan calon pegawai magang. Yang ada aq jadi bingung sendiri, apakah orang yang selama ini menjadi 'agen' antara aq dan perusahaan benar2 punya kapasitas dalam hal ini? Lalu, sebenarnya saat ini aq berada di proses rekrutmen yang mana? Belum lagi masalah orang yang terakhir nelpon aq ini seakan2 ga (mau) ngerti sama kondisiku sekarang. Dia mencoba mendesakku untuk segera melengkapi aturan administrasi yang sejak awal kutanyakan, hal itu ga diperlukan saat ini. Beberapa kali aq dibuat menunggu dengan telpon orang terakhir ini dengan dalih dia juga lagi ditunggu untuk meeting. Lah ya kalo udah waktunya meeting, kenapa harus telpon aq di saat mepet kyk tadi? Sampai akhirnya aq jelasin beberapa kali, baru (sepertinya) dia (sedikit) paham kalo saat ini pun aq masih punya kewajiban di institusi yang sekarang kutempati. Parahnya, dia sempat nanya SBM itu (singkatan dari) apa? GUBRAKKK! Kesannya, dia ga mempelajari profil calon pekerja yang sedang ia hubungi dan (parahnya lagi) menganggap aq ga tau bagaimana seharusnya menyikapi aturan perusahaan. Hemm, jadi pusing sendiri, sebenarnya dia tau ga tanggung jawab & porsi kerja dia sendiri???????? Semakin dibuat ribet, aq semakin yakin untuk ga bilang OK ama perusahaan ini.

Ini bukan 1x nya aq melewati proses lamaran kerja di korporat. Satu panggilan ini agaknya membuatku membuka mata bahwa masih ada perusahaan besar di Indonesia yang menjunjung tinggi jabatan dengan mengatasnamakan aturan perusahaan (atau bahkan masih banyak?). Intinya satu, birokrasi konvensional ortodok berasa kental. Secara filosofi, birokrasi dilahirkan dengan prakarsa2 bernada manis dan purposeful. Semua diupayakan untuk men-sentralisasikan lini komunikasi dan batas kerja. Namun semakin kesini kreativitas manusia di muka bumi semakin menjadi dengan memanfaatkan beberapa poin pembelajaran minus dari kata 'birokrasi'.

Mungkin bisa dilogiskan jika dari awal, sebagai calon pekerja, qta dicekoki dengan sekian ribu aturan perusahaan (calon tempat qta mencari nafkah). Dari awal qta jadi kebayang tentang manis-pahitnya proses rekruitmen sampai akhirnya benar2 bekerja disana. Tapi apa yang terjadi ketika qta baru tahu ditengah2 proses? Memang sih tidak berada di tengah2 proses kerja, untungnya tidak begitu. Yah, mungkin pelajaran bagusnya, aq jadi harus buru2 bersyukur karena akhirnya Allah SWT memudahkanku untuk membuat pilihan. Terima kasih sekali untuk itu.

1 comment:

Anonymous said...

Alhamdulillah gk jd magang di Jkt y,mam. Dgr pny dgr, perusahaan "C" itu mmg br di supervisi. Mgkn yg td nelpon, uda gk 'mampu' di supervisi lg.
Klo tu org nelp lg dan pake nada marah2, getak sisan wae. Jgn mau diinjek sm ibu Rini itu lg.! Gemes ak dgr km di'semprot' sm tu ibu tp kog yo cm meneng wae? Tumben pil 'marah'nya gk ditelen.